Pengkajian Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Pada Tradisi Sesolahan Sanghyang Dedari

Dinas Kebudayaan Kabupaten Klungkung melalui tim pengkaji Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) melaksanakan kajian mendalam terhadap Tari Sakral Sanghyang Dedari yang berkembang di Banjar Behu, Desa Bunga Mekar, Kecamatan Nusa Penida pada hari Sabtu, 23 Agustus 2025.
Tarian sakral ini memiliki nilai historis dan spiritual yang tinggi. Dipentaskan oleh anak-anak perempuan yang belum akil balig, Sanghyang Dedari dipercaya sebagai perwujudan bidadari yang menurunkan anugerah sekaligus menetralisir wilayah dari marabahaya. Biasanya, tarian ini dipentaskan saat pujawali maupun sebagai ungkapan syukur ketika permohonan masyarakat terkabul.
Tari Sanghyang Dedari dipercaya memiliki kekuatan untuk menetralisir energi negatif di suatu wilayah, sehingga masyarakat terhindar dari bahaya dan memperoleh keselamatan serta kedamaian. Tarian ini mengandung makna bahwa para bidadari turun ke dunia untuk membawa ketenangan, kesejukan, dan berkah kehidupan bagi warga. Anak yang pertama kali mengalami kondisi kerauhan diyakini sebagai penerus tarian tersebut, dan akan dibimbing oleh penari Sanghyang Dedari sebelumnya agar mampu menguasai gerakannya dengan cepat. Tarian ini ditampilkan dalam kondisi trance, dengan mata tertutup dan diiringi nyanyian khusus. Tradisi ini biasanya dipentaskan kembali pada hari Buda Kliwon Matal yang bertepatan dengan Tilem Uwudan.
Kajian ini menjadi langkah penting agar Sanghyang Dedari bisa diusulkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Nasional, bahkan berpeluang menuju pengakuan dunia melalui UNESCO. Langkah ini menjadi penting agar tradisi sakral tersebut tidak hanya sekadar diwariskan secara lisan dan praktik semata, namun juga memiliki hak paten yang menjamin keberlanjutannya. Dengan demikian, Sesolahan Sanghyang Dedari dapat tetap lestari, diwariskan turun-temurun, serta menjadi pilar dalam mengajegkan budaya, adat dan tradisi Bali.
Selain Sanghyang Dedari, Pemkab Klungkung juga tengah mengusulkan sejumlah tradisi lainnya, seperti Mejurag Tipat di Desa Timuhun, Tradisi Nandan di Desa Gunaksa, Tradisi Dawuhan, serta kerajinan perak (Bokor) di Desa Kamasan.
Dengan upaya ini, diharapkan tradisi dan budaya luhur warisan leluhur dapat tetap hidup, dikenal, dan diwariskan bagi generasi mendatang.